Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan keterlibatan Direktur Utama PT Loco Montrado Siman Bahar dalam dugaan rasuah pengolahan anoda logam antara PT Antam Tbk dan perusahaannya tidak dilupakan. Pimpinan Lembaga Antirasuah minta perannya diulik lebih mendalam.
"Sedang didalami lagi, karena dulu ada permasalahan ada praperadilan dan sebagainya, sekarang rapat pimpinan yang lalu meminta supaya masalah ini akan didalami lagi," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam telekonferensi, Selasa, 9 Mei 2023.
Johanis mengatakan ada beberapa aspek yang harus didalami. Sebagian diantaranya yakni keperdataan, pidana, dan pihak ketiga yang beroperasi di negara lain.
"Dan ini perlu pendalaman yang lebih spesifik sehingga nantinya KPK tidak salah dalam menerapkan hukum," ucap Johanis.
Pendalaman itu harus dilakukan dengan teliti. KPK tidak mau ada kesalahan lagi yang membuat Siman bisa lolos dari jeratan hukum ke depannya.
General Manager Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam PT Antam Tbk Dodi Martimbang menjadi tersangka tunggal dalam kasus ini. Permasalahan ini bermula ketika unit bisnis pengelolaan dan pemurnian logam mulia PT Antam Tbk melaksanakan kontrak karya terkait pemurnian emas mentah dengan beberapa perusahaan.
Saat kerja sama itu berlangsung, Dodi enggan menggunakan jasa perusahaan yang sudah menandatangani kesepakatan. Keputusan itu diambil sepihak.
Dodi lantas memilih PT Loco Montrado untuk bekerja sama dalam proyek itu. Dia bahkan tidak melaporkan langkah tersebut kepada direksi PT Antam Tbk.
Ada beberapa kejanggalan dalam pemilihan PT Loco Montrado. Pertama, perusahaan itu tidak memiliki pengalaman maupun kemampuan teknis yang sama dengan PT Antam Tbk dalam mengelola anoda logam.
PT Loco Montrado juga diketahui tidak memiliki sertifikat internasional. Kejanggalan lain yakni kontrak dibuat dengan tanggal yang dimundurkan. PT Loco Montrado juga diduga mengekspor anoda logam dengan kadar emas rendah yang sejatinya dilarang.
Karena itulah keuangan negara ditaksir merugi Rp100,7 miliar. Angka itu didapatkan dari penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Atas perbuatannya, Dodi disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.